Selasa, 23 Mei 2017

Kisah Legenda Pintu Bledeg/ Petir Masjid Agung Demak

Kisah Legenda Pintu Bledeg/ Petir Masjid Agung Demak - Pintu petir atau bisa juga di sebut bledeg merupakan salah satu pintu utama dari Masjid Demak pada zaman Kerajaan Demak dahulu kala. Dilihat dari namanya Pintu Bledeg ini berarti petir sehingga seringkali diartikan sebagai pintu petir.


Ada sejarah dan cerita unik dibalik peninggalan Kerajaan Demak ini. Bahkan banyak cerita masyarakat yang beredar terkait Pintu Bledeg yang melegenda dan selalu menjadi bumbu dalam sejarah Kerajaan Demak ini.

Pintu ini merupakan salah satu Prasasti Condro Sengkolo yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani. Dimana di pintu tersebut terdapat gambar kepala naga. 

Dalam prasasti itu sudah tertera tahun 1388 Saka atau 1466 Masehi. Tahun tersebut diprediksi sebagai peletakan batu pertama kalinya dari pembangunan Masjid Agung Demak. Pintu bledeg ini memang dulunya digunakan sebagai pintu utama di masjid tersebut.

Legenda Pintu Bledeg/ Petir Masjid Agung Demak

Menurut cerita yang beredar dari masyarakat sekitar, disebutkan bahwa kisah pintu petir tersebut dimulai saat Ki Ageng Selo, beliu adalah salah satu keturunan Raja Majapahit Brawijaya V itu pergi bekerja di tengah ladang sawah yang terbentang luas. Lalu tiba-tiba hari yang begitu cerah menjadi mendung gelap gulita dan kemudian hujan pun turun begitu deras.

Kemudian karena hujan begitu derasnya, maka Ki Ageng Selo pun menghentikan pekerjaannya sampai ujan reda sambil bergumam "sawah iki kemendungan". Ki Ageng Selo bergumam demikian dikarena kan beberapa meter bagian sawah dari sawah yang sedang kehujanan tersebut tidak ada mendung sama sekali apalagi hujan, lalu Ki Ageng Selo meneruskan pekerjaannya di sawah yang tidak kehujanan tersebut.

Namun kemudian setelah pindah ke sawah yang lainnya, ternyata mendung dan kilat itu pun juga ikut berpindah dan menghujani sawah tempat Ki Ageng Selo tersebut bekerja.

Seakan mendung, petir dan hujan selalu mengikuti kemana Ki Ageng Selo bekerja. Dan kemudian terjadilah pertempuran yang sangat sengit antara Ki Ageng Selo dan petir yang terus mengancam nyawa beliu dan seakan menyambar ke kepala Ki Ageng Selo.

Ki Ageng Selo pun melawan petir tersebut sambil tetap berdiri di tengah sawah sambil mengacungkan dan menunjukkan tangan beliu ke arah bledeg atau petir yang mengamuk tersebut.

Petir yang mangamuk itu pun kemudian menyambar Ki Ageng Selo dengan suara yang sangat memekakkan telinga, Ki Ageng Selo seakan-akan tersambar. Ada beberapa murid Ki Ageng Selo yang menyaksikan kejadian tersebut dan menyangka kalau Ki Ageng Selo tidak akan selamat atau akan hancur berkeping-keping karena sambaran petir yang sangat dasyat tersebut.

Namun mendadak para murid tersebut terbelalak matanya demi menyaksikan sesuatu yang begitu mengejutkan. Tubuh Ki Ageng Selo sama sekali tidak terluka sedikitpun dan bahkan tampak Ki Ageng Selo mengikat sesuatu yang sangat besar dengan damen atau gagang padi kering yang diikatkan beliu pada pohon Gandri. 

Peristiwa yang luar biasa itu kemudian sangat cepat tersiar kepada masyarakat dan pada akhirnya sampai juga kepada pihak Istana Demak. Ahirnya utusan dari pihak kerajaan Demak meminta tangkap Ki Ageng Selo tersebut lalu di bawa ke Demak. Kemudian bledeg tersebut dibawa ke kerajaan Demak dan Ki Ageng Selo juga mempersilahkan para prajurit tersebut. 

Sesampainya di kerajaan, bledeg tersebut kemudian langsung saja dibawa ke Masjid Demak dan banyak masyarakat yang ikut menyaksikan bledeg tersebut.

Setelah beberapa waktu, kemudian diperintahkan seorang juru lukis untuk menggambar bledeg tersebut. Namun ternyata, melukis bledeg bukanlah pekerjaan yang semudah yang dibayangkan.

Konon katanya, bledeg yang dilukis tersebut selalu menampakkan bentuk wujud yang berbeda-beda setiap waktu. Namun akhirnya sang pelukis mampu melukis bledeg tersebut dan masih diselesaikan pada bagian kepalanya saja.

Sayang setelah bagian kepala selesai di lukis, datang seorang perempuan tua yang membawa sebuah tempurung kelapa yang berisi air kemudian disiramkan ke arah bledeg tersebut.

Kemudian meledaklah bledeg tersebut disiram perempuan tua itu, dan perempuan itu pun tiba-tiba berubah wujud menjadi seorang berjubah putih dan hilang begitu saja.

Menurut kisah yang beredar di masyarakat, laki-laki berjubah putih itu adalah Ki Ageng Selo sendiri. Karena beliu ternyata tidak tega melihat bledeg tangkapannya tersebut dijadikan sebagai tontonan masyarakat.

Meski pada awalnya bledeg itu mengancam nyawa beliu, namun Ki Ageng Selo sangaja melepaskannya karena merasa kasihan. Nah, lukisan yang masih selesai pada bagian kepala itulah yang kemudian dijadikan sebagai hiasan pintu utama di Masjid Demak saat itu.

Namun kisah sejarah pintu bledeg yang lainnya adalah bahwa pintu petir tersebut hanyalah sebuah kiasan saja. Kiasan yang melambangkan nafsu dan juga angkara murka yang ada pada setiap diri manusia.

Sehingga, sebelum manusia melaksanakan shalat dan mendekatkan diri pada allah SWT, harus bisa menghilangkan sifat jahat dan angkara yang dilambangkan pada bledeg tersebut.

Kisah Legenda Pintu Bledeg/ Petir Masjid Agung Demak, demikian lah artikel yang saya buat kali ini, semoga saja pesan terakhir yang di sampai kan Ki Ageng Selo bisa mendekatkan diri kita kepada Allah swt.


0 komentar:

Posting Komentar