Senin, 14 Agustus 2017

Perjalanan Spiritual Sukarno Saat Pengasingan di Ende

Mysteriterpercaya:Perjalanan Spiritual Sukarno- Pada saat Menumpangi kapal Jan van Riebeeck, Sukarno diboyong berlayar oleh pemerintah Hindia Belanda menuju Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. Selama delapan hari dia mengarungi samudera. Pada 14 Februari 1934, Sukarno yang kala itu berusia 35 tahun, tiba di tempat pembuangan dengan model penjara terbuka.

Ende dianggap sebagai tempat yang tepat agar Sukarno terisolasi dari kegiatan politiknya. Selain itu, juga akan membuat komunikasinya terputus dengan rekan-rekan seperjuangan di Pulau Jawa. Ini lantaran, di Pulau Ende tak ada sarana dan prasarana untuk itu.

"Di seluruh pulau itu tak ada bioskop, perpustakaan, maupun hiburan lainnya. Di sini juga tidak ada telepon dan kantor telegraf. Satu-satunya hubungan dengan dunia luar hanyalah lewat dua buah kapal pos yang masing-masing datang sekali sebulan. Dua kali dalam sebulan kami menerima surat-surat dan surat kabar dari luar," cerita Sukarno kepada wartawati AS, Cindy Adams, dalam karyanya, Sukarno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, 

Sukarno dibuang ke Pulau Ende oleh pemerintah Hindia Belanda selama 4 tahun, hingga 1938. Dia hidup di pengasingan dengan ditemani istri tercintanya, Inggit Garnasih dan ibu mertuanya, Amsi. Dalam kesehariannya, mereka menempati rumah sangat sederhana milik Abdullah Ambuwaru di kawasan Ambugaga, kampung kecil yang terdiri dari pondok-pondok beratap ilalang.


Perjalanan Spiritual Sukarno

"Rumah itu tanpa listrik dan air ledeng. Kalau mandi, aku membawa sabun ke Wola Wona, sebuah sungai yang mengalirkan air dingin dengan di tengah-tengahnya bongkahan batu," ujar pria yang akrab disapa Bung Karno ini.

Diakui Bung Karno, pertama kali menjalani hidup di tanah pengasingan membuatnya depresi. Sayap-sayapnya seolah terpotong-potong. Ketiadaan kawan di Ende menjadikan Flores sebagai tempat penyiksaan.

Namun begitu, Bung Karno mampu mengatasi dan mengolah situasi krisis itu. Lambat laun, berkat dorongan dari istri tercinta, Inggit, semangat Sukarno kembali bangkit. Dia mulai membentuk lingkungannya sendiri dengan berbagai kalangan rakyat jelata. Mereka berasal dari para pemetik kelapa, sopir mobil, para pembantu yang tidak bekerja.

"Inilah kawan-kawanku. Pertama aku berkenalan dengan kota, seorang nelayan. Setelah kukatakan kepadanya bahwa tidak ada larangan mengunjungiku, dia datang ke rumahku. Kemudian dia membawa Dirham, tukang jahit. Setelah itu, aku yang berkunjung ke tempat mereka," tutur Bung Karno.

Tak banyak yang bisa dilakukan Bung Karno di tempat pengasingan yang begitu jauh dari Ibu Kota itu. Sehari-hari, Sukarno memilih berkebun dan membaca. Untuk membunuh kebosanannya dengan aktivitas yang monoton itu, jiwa seni Bung Karno kembali tumbuh. Dia mulai melukis hingga menulis naskah drama pementasan. Tercatat, 12 sandiwara yang dikarang oleh Sukarno dan dipentaskan di Ende.

Perjalanan Spiritual Sukarno Saat Pengasingan di Ende

Dikutip dari Bung Karno dan Pancasila, Ilham dari Flores untuk Nusantara, di Ende, Sukarno menjadi lebih banyak berpikir ketimbang sebelumnya. Dia mulai belajar soal pluralisme dan bertukar pendapat dengan misionaris.

Ada dua misionaris yang dijadikan tempat diskusi Bung Karno. Mereka adalah P. Johanes Bouma, SVD dan P Gerardus Huijtink, SVD. Mereka menjalin persahabatan yang begitu erat.

Berkat persahabatannya dengan orang-orang ini, Bung Karno diizinkan leluasa bertamu di Biara St Yosef dan diperbolehkan membaca buku-buku dan majalah atau surat kabar yang ada di perpustakaan biara. Lebih dari itu, persahabatan yang akrab ini menyebabkan Bung Karno tidak sungkan ataupun curiga ketika menjadikan mereka teman diskusi dan juga teman bertukar pikiran.

Sukarno sering berdiskusi tentang banyak hal dengan mereka, termasuk gagasan-gagasan dan rencananya untuk mendirikan negara Indonesia merdeka. Ide-ide yang brilian pada saat proses penemuan dan perumusan dari butir-butir mutiara Pancasila, tidak lepas dari diskusi-diskusi Sukarno yang serius dan mendalam dengan kedua sahabatnya tersebut.

Perjalanan Spiritual Sukarno Saat Pengasingan di Ende, Diakui Bung Karno, pertama kali menjalani hidup di tanah pengasingan membuatnya depresi.

0 komentar:

Posting Komentar